Nazar Abdul Muthalib



Nazar Abdul Muthalib

Tiga puluh tahun yang lalu, Abdul Muthalib masih muda. Ia seorang penjaga dan perawat rumah suci kabah. Ketika itu di bernadzar (berjanji) kepada Allah. Jika mempunyai sepuluh orang laki-laki, ia akan mengurbankan (menyembelih) seorang dari mereka.
Sekarang Abdul Muthalib sudah tua. Ia di karuniai sepuluh orang anak laki-laki. Masing-masing bernama Al Harits, Zubair, Abu Thalib, Abu Lahab, Ghaidaq, Dhirar, Al Abbas, Hamzah, Qatsam, dan Abdullah. Tibalah saatnya untuk memenuhi nadzar itu. Ia akan mengurbankan seorang anak lelakinya.
Siapakah antara sepuluh orang anak itu yang harus dikurbankan ? Abdul muthalib memilih-milih. Si sulung Al Harits kah ? O, tidak. Zubair ? Tidak juga. Zubair anak yang baik dan penurut. Kalau begitu Abu Thalib saja. Ah jangan. Abu Thalib itu anak yang suka membela saudara-saudaranya. Lalu siapa ? Abdul Muthalib tidak bisa menentukan. Semua anaknya sangat disayang. Semuanya juga menjadi anak yang baik baginya.
“Aku tidak bisa memilih seorang di antara mereka,” keluh Abdul Muthalib. “Baiklah akan ku undi saja siapa yang harus ku kurbankan.”
Abdul Muthalib lalu mengajak sepuluh orang anak lelakinya. Mereka anak-anak yang patuh kepada orang tua. Oleh Karen itu, tidak ada yang membantah sekali pun mereka tauhu bahwa salah seorang dari mereka akan di sembelih. Kesepuluh orang anak itu berdiri di dekat Kabah. Ketika itu disana ada berhala yang bernama Isaf dan Nayilah.
Abdul Muthalib meminta juru kunci Kabah untuk mengundi. Undian pun di kocok. Abdul muthalib memejamkan mata dan menegadahkan wajah ke langit.
“Ya, Allah. Perkanankan hamba memohon, janganlah anak bungsu hamba si Abdullah yang harus menjadi kurban…,” doanya dalam hati.
Undian selesai di kocok. Ternyata yang ke luar adalah Abdullah ! Lemas seluruh sendi tulang Abdul Muthalib. Si bungsu yang sangat di sayanginya itu harus di sembelihnya !
Apa boleh buat, Abdul Muthalib pun merangkul Abdullah. Dibawanya ke dekat berhala Isaf dan nayilah. Tangan kanan Abdul Muthalib memegangi khanjar (pedang pendek) untuk menyembelih anaknya.
“Hai Abdul Muthalib!” seru seorang laki-laki suku Quraisy. Perbuatan mu akan di tiru oleh orang Quraisy lainya. Kelak akan banyak orang Arab yang menyembelih anaknya sendiri!”
Ada seorang Quraisy yang sangat berpengaruh bernama Al Mughirah bin Abdullah Al Makhzumiy. Ia menerobos kerumunan orang untuk mendekati Abdul Muthalib.
“Demi Allah ! jangan sembelih anak mu dengan alasan apapun !” serunya lantang. “Kalau nadzarmu harus di tebus dengan harta, aku akan mengumpulkan semua orang Quraisy untuk menebusnya !”
Betul !” seru orang-orang lainnya. “Tebus saja nadzar mu dengan harta !”
Orang ramai berseru-seru. Ada yang menyarankan Abdul Muthalib pergi menemui perempuan ahli nujum yang terkenal di Khaibar, dekat Madinah. “Klau ahli nujum itu bilang kau harus menyembelih anakmu, lakukannya. Kalau tidak kau pun harus menurut !” kata orang itu.
Akhirnya Abdul Muthalib menuruti saran itu. Ia membawa Abdullah ke hadapan ahli nujum di Khaibar.
“Jangan sembelih anak mu ini,” kata ahli nujum itu. “Tebuslah nadzar mu dengan seratus ekor unta.”
Abdul Muthalib memotong seratus ekor unta untuk menebus nadzarnya. Dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir-miskin. Selamatlah Abdullah dari maut. Kelak dia akan menikah dengan Aminah binti Wahab. Putra satu-satunya pasangan ini adalah Muhammad saw., Nabi besar sepanjang zaman.

Mashuri, Sofiah. 2009. 31 Cerita Bada Isya 1. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Pilihan Ganda Listrik Dinamis dalam Kehidupan Sehari-hari K-13

STATISTIKA DASAR

Soal Pilihan Ganda Usaha dan Pesawat Sederhana dalam Kehidupan Sehari-hari K-13