Abu Thalib Mengamuk



Abu Thalib Mengamuk

Sejak kecil Nabi Muhammad saw. yang telah yatim-piatu itu ikut pamannya yang bernama Abu Thalib, yaitu sejak kakeknya, Abu Muthalib, meninggal dunia. Abdul Muthalib berpesan sebelum meninggal bahwa Abu Thalib harus menjaga kemenakannya itu baik-baik.
Abu Thalib melaksanakan pesan itu. Sayangnya kepada Nabi Muhammad saw. sama seperti sayangnya kepada anak-anaknya sendiri. Sejak mendakwahkan agama Isalam, Muhammad selalu mendapatkan perlawanan dari kaum musyrikin. Abu Thalib membela kemenakannya itu mati-matian. Melindunginya dari ancaman bahaya, sesuai dengan pesan mendiang Abdul Muthalib.
Pada suatu hari Abu Thalib melihat Nabi Muhammad saw. dalam keadaan mengenaskan. Tubuhnya kotor sekali. Darah dan kotoran ternak belepotan di bajunya.
Abu Thalib tahu, itu pasti perbuatan kaum musyrik yang menganiaya Muhammad dengan segala cara.
Mengapa Nabi Muhammad tidak membalas perlakuan buruk itu ? Apa Nabi takut ? Tidak, sama sekali tidak. Nabi Muhammad selalu berbuat sesuai dengan perintah Allah swt. Jika Allah swt. tidak memerintahkan melawan, Nabi pun tidak akan melawan. Beliau bersabar dan tawakal. Kelak akan datang saatnya Nabi Muhammad mengadakan perlawanan keras terhadap kaum musyrikin yang mendustakan agama Islam.
Melihat keadaan kemenakannya, Abu Thalib marah besar. Ia segera bangkit dan menghunuskan pedangnnya. Dipanggilnya pembantunya.
“Bawa darah dan kotoran ternak!” serunya lantang.
Pembantunya segera menyembelih kambing. Ia menampung darah dan kotoran kambing itu dalam sebuah wadah.
“Ikut aku!” seru Abu Thalib kepada pembantunya itu.
Sang pembantu menurut. Ternyata Abu Thalib pergi ke tempat Kabah. Di sana ada segerombolan orang musyrik sedang tertawa-tawa. Mereka gelid an senang membayangkan betapa mereka melumuri tubuh Nabi Muhammad saw. dengan darah dan kotoran ternak. Mereka mengejek Nabi Muhammad yang tidak berdaya dihina begitu.
Begitu Abu Thalib tiba di tempat itu, semuanya diam. Lebih-lebih karena Abu Thalib membawa pedang terhunus yang tajam berkilat-kilat.
“Aku bersumpah demi Allah, kalau ada yang berani berdiri, akan ku pancung lehernya dengan pedang ini!” seru Abu Thalib sambil mengangkat pedangnya.
Tidak ada yang berani berkutik. Semuanya diam, duduk tidak bergerak. Kalau bisa, bernapas pun mereka tidak berani.
“Lumuri tubuh mereka dengan darah dan kotoran ternak itu!” seru Abu Thalib kepada pembantunya.
“Ya, Tuan,” sahut pembantunya.
Bagi pembantu Abu Thalib, ini pengalaman yang hebat. Ia melumuri semua orang di situ dengan darah dan kotoran ternak. Kapan lagi bisa begini?
Semua orang sudah dilumuri darah dan kotoran ternak. Tidak ada yang berani protes. Padahal, ada beberapa orang yang tidak ikut melumuri tubuh Nabi Muhammad saw. dengan darah dan kotoran ternak. Mereka ikut mendengarkan cerita tentang itu dan tertawa-tawa.
Tidak peduli. Bila mereka berani protes, Abu Thalib pasti akan memancung lehernya. Orang itu tidak main-main kalau sudah mengancam dengan pedang terhunus. Apalagi dia sedang mengamuk membela kemenakan tersayangnya.
Setelah itu, Abu Thalib pun pulang dengan hati puas. Biar tahu orang musyrikin itu bahwa Abu Thalib tidak akan membiarkan kemenakannya diganggu orang.

Mashuri, Sofiah. 2009. 31 Cerita Bada Isya 1. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal Pilihan Ganda Listrik Dinamis dalam Kehidupan Sehari-hari K-13

STATISTIKA DASAR

Soal Pilihan Ganda Usaha dan Pesawat Sederhana dalam Kehidupan Sehari-hari K-13